Mimpi yang Terwujud di SDN Mulyorejo 02, Silo

Akhir Desember 2018 lalu, tim Yayasan Kembang Sepatu Jakarta beserta beberapa relawan datang mengunjungi sekolah di atas gunung yang melewati perkebunan kopi dan cokelat.

Namanya SDN Mulyorejo 02, Silo-Jember atau disebut SD Tempel karena menumpang nama sekolah Mulyorejo yang jaraknya hampir 10km ke arah Barat. Sekolah ini hanya memiliki tiga ruang kelas guna menampung sekitar 30 orang murid.

Kala itu kami hanya punya keinginan untuk membantu. Siapa duga, proposal yang diajukan Mas Zaenal Fattah yang merupakan relawan sekaligus guru di salah satu sekolah di kawasan Jember, disambut baik oleh Stichting Hibiscus. Ketika itu proposal yang diajukan adalah untuk pembangunan gedung dan fasilitas MCK, namun untuk saat ini, dana yang disetujui adalah untuk pembangunan gedung.

Pak Yaya (berbaju kuning tiga dari kanan depan) selaku Kepala Sekolah SDN Mulyorejo 02 ikut hadir saat kunjungan

Kamis, 14 November 2019
Perjalanan kereta dari Yogyakarta ke Kalibaru, Banyuwangi harus kami tempuh selama hampir 12 jam. Itu pun baru sampai stasiun, karena untuk menuju sekolah Mas Fattah sudah berkordinasi dengan pihak sekolah untuk menjemput kami menggunakan motor.

Karena harus melewati perkebunan kopi dan cokelat, kendaraan roda dua menjadi moda transportasi yang cukup cepat. Beruntung lagi kawasan ini belum hujan, karena bila hujan telah turun maka akses jalan akan sulit ditembus. Ini yang kami alami tahun lalu, dimana terjadi longsor sehingga mobil yang kami tumpangi tidak bisa tembus sampai sekolah.

Perjalanan dengan motor dari stasiun Kalibaru menuju sekolah harus ditempuh sekitar 1 jam. Itu pun bukan lumpur yang kami temui sepanjang jalan, tapi debu yang cukup tebal.

Warga setempat bahu membahu dalam proses pembangunan sekolah

Karena waktu masih menunjukkan pukul 08.00 WIB, kami berkesempatan melihat langsung proses pembangunan gedung. Alih-alih membongkar bangunan kayu, bangunan sekolah baru dibangun mengikuti satu bangunan yang sudah lebih dulu berdiri, tepatnya menghadap ke Selatan. Konstruksi dasar tiga ruang pun sudah mulai terlihat. Karena bangunan kayu belum dibongkar, proses belajar mengajar adik-adik di sini tidak terganggu.

Berinteraksi singkat dengan adik-adik di bangunan utama, kami kembali dipertemukan dengan Pak Ngatijan, sang pencetus berdirinya sekolah ini. Bercerita bagaimana tahun lalu, ini hanyalah sebuah mimpi, siapa duga mimpi ini bisa terwujud dalam waktu kurang dari satu tahun. Jika tak ada aral melintang, target pembangunan sekolah diharapkan selesai pada Januari 2020.

Menariknya, kunjungan kami ke sekolah ini mendapat sambutan luar biasa dari penduduk setempat. Bagaimana mereka menjamu kami untuk menikmati pemandangan alam di sekitar kampung dengan membawa kami berkendara motor, sajian buah degan asli dari pohon, serta makan siang yang tersedia. Pun, saat pulang salah satu warga menyediakan akses mobil untuk mengantar kami kembali ke stasiun awal untuk kembali melanjutkan perjalanan.